Wednesday, February 16, 2011

KISAH NABI NUH

Nabi Nuh a.s adalah nabi keempat sesudah Adam, Syith dan Idris dan keturunan kesembilan dari Nabi Adam. Ayahnya adalah Lamik bin Metusyalih bin Idris.

Berlalulah beberapa tahun dari kematian Nabi Adam. Bunga-bunga berguguran di sekitar kuburannya dan pohon-pohon dan batu-batuan tampak tidak bergairah. Banyak hal berubah di muka bumi. Dan sesuai dengan hukum umum, terjadilah kealpaan terhadap wasiat Nabi Adam. Kesalahan yang dahulu kembali terulang. Kesalahan dalam bentuk kelupaan, meskipun kali ini terulang secara berbeza.

Sebelum lahirnya kaum Nabi Nuh, telah hidup lima orang saleh dari datuk-datuk kaum Nabi Nuh. Mereka hidup selama beberapa zaman kemudian mereka mati. Nama-nama mereka adalah Wadd, Suwa', Yaghuts, Ya'uq dan Nasr. Setelah kematian mereka, orang-orang membuat patung-patung dari mereka, dalam rangka menghormati mereka dan sebagai peringatan terhadap mereka. Kemudian berlalulah waktu, lalu orang-orang yang memahat patung itu mati. Lalu datanglah anak-anak mereka, kemudian anak-anak itu mati, dan datanglah cucu- cucu mereka. Kemudian timbullah berbagai dongeng dan khurafat yang membelenggu akal manusia di mana disebutkan bahawa patung-patung itu memiliki kekuatan khusus.

Di sinilah iblis memanfaatkan kesempatan, dan ia membisikkan kepada manusia bahawa berhala-berhala tersebut adalah Tuhan yang dapat mendatangkan manfaat dan menolak bahaya sehingga akhirnya manusia menyembah berhala-berhala itu. Kami tidak mengetahui sumber yang terpecaya berkenaan dengan bagaimana bentuk kehidupan ketika penyembahan terhadap berhala dimulai di bumi, namun kami mengetahui hukum umum yang tidak pernah berubah ketika manusia mulai cenderung kepada syirik. Dalam situasi seperti itu, kejahatan akan memenuhi bumi dan akal manusia akan kalah, serta akan meningkatnya kelaliman dan banyaknya orang-orang yang teraniaya. Yang kaya semakin kaya dan yang miskin semakin miskin. Alhasil, kehidupan manusia semuanya akan berubah menjadi neraka Jahim. Situasi demikian ini pasti terjadi ketika manusia menyembah selain Allah SWT, baik yang disembah itu berhala dari batu, anak sapi dari emas, penguasa dari manusia, sistem dari berbagai sistem, mazhab dari berbagai mazhab, atau kuburan seorang wali. Sebab satu-satunya yang menjamin persamaan di antara manusia adalah, saat mereka hanya menyembah Allah SWT dan saat Dia diakui sebagai Pencipta mereka dan yang membuat undang-undang bagi mereka. Tetapi saat jaminan ini hilang lalu ada seorang yang mengklaim, atau ada sistem yang mengklaim memiliki wewenang ketuhanan maka manusia akan binasa dan akan hilanglah kebebasan mereka sepenuhnya.

Penyembahan kepada selain Allah SWT bukan hanya sebagai sebuah tragedi yang dapat menghilangkan kebebasan, namun pengaruh buruknya dapat merembet ke akal manusia dan dapat mengotorinya. Sebab, Allah SWT menciptakan manusia agar dapat mengenal-Nya dan menjadikan akalnya sebagai permata yang bertujuan untuk memperoleh ilmu. Dan ilmu yang paling penting adalah kesadaran bahawa Allah SWT semata sebagai Pencipta, dan selain-Nya adalah makhluk. Ini adalah poin penting dan dasar pertama yang harus ada sehingga manusia sukses sebagai khalifah di muka bumi.

Ketika akal manusia kehilangan potensinya dan berpaling ke selain Allah SWT maka manusia akan tertimpa kesalahan. Terkadang seseorang mengalami kemajuan secara materi kerana ia berhasil melalui jalan-jalan kemajuan, meskipun ia tidak beriman kepada Allah SWT, namun kemajuan materi ini yang tidak disertai dengan pengenalan kepada Allah SWT akan menjadi siksa yang lebih keras daripada siksaan apa pun, kerana ia pada akhirnya akan menghancurkan manusia itu sendiri. Ketika manusia menyembah selain Allah SWT maka akan meningkatlah penderitaan kehidupan dan kefakiran manusia. Terdapat hubungan kuat antara kehinaan manusia dan kefakiran mereka, serta tidak berimannya mereka kepada Allah. Allah SWT berfirman:

"Seandainya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi. " (QS. al-A'raf: 96)

Demikianlah, bahawa kufur kepada Allah SWT atau syirik kepada-Nya akan menyebabkan hilangnya kebebasan dan hancurnya akal serta meningkatnya kefakiran, serta kosongnya kehidupan dari tujuan yang mulia. Dalam situasi seperti ini, Allah SWT mengutus Nuh untuk membawa ajaran-Nya kepada kaumnya. Nabi Nuh adalah seorang hamba yang akalnya tidak terpengaruh oleh polusi kolektif, yang menyembah selain Allah SWT. Allah SWT memilih hamba-Nya Nuh dan mengutusnya di tengah-tengah kaumnya.

Nuh membuat revolusi pemikiran. Ia berada di puncak kemuliaan dan kecerdasan. Ia merupakan manusia terbesar di zamannya. Ia bukan seorang raja di tengah-tengah kaumnya, bukan penguasa mereka, dan bukan juga orang yang paling kaya di antara mereka. Kita mengetahui bahawa kebesaran tidak selalu berhubungan dengan kerajaan, kekayaan, dan kekuasaan. Tiga hal tersebut biasanya dimiliki oleh jiwa-jiwa yang hina. Namun kebesaran terletak pada kebersihan hati, kesucian nurani, dan kemampuan akal untuk mengubah kehidupan di sekitarnya. Nabi Nuh memiliki semua itu, bahkan lebih dari itu. Nabi Nuh adalah manusia yang mengingat dengan baik perjanjian Allah SWT dengan Nabi Adam dan anak-anaknya, ketika Dia menciptakan mereka di alam atom. Berdasarkan fitrah, ia beriman kepada Allah SWT sebelum pengutusannya pada manusia. Dan semua nabi beriman kepada Allah SWT sebelum mereka diutus. Di antara mereka ada yang "mencari" Allah SWT seperti Nabi Ibrahim, ada juga di antara mereka yang beriman kepada-Nya dari lubuk hati yang paling dalam, seperti Nabi Musa, dan di antara mereka juga ada yang beribadah kepada-Nya dan menyendiri di gua Hira, seperti Nabi Muhammad saw.

Terdapat sebab lain berkenaan dengan kebesaran Nabi Nuh. Ketika ia bangun, tidur, makan, minum, atau mengenakan pakaian, masuk atau keluar, ia selalu bersyukur kepada Allah SWT dan memuji-Nya, serta mengingat nikmat-Nya dan selalu bersyukur kepada-Nya. Oleh kerana itu, Allah SWT berkata tentang Nuh:

"Sesungguhnya dia adalah hamba (Allah) yang banyak bersyukur." (QS. al-Isra': 3)

Allah SWT memilih hamba-Nya yang bersyukur dan mengutusnya sebagai nabi pada kaumnya. Nabi Nuh keluar menuju kaumnya dan memulai dakwahnya:

"Wahai kaumku, sembahlah Allah, sekali-kali tidak ada Tuhan bagimu selain-Nya. Sesungguhnya (kalau kamu tidak menyembah Allah), aku takut kamu akan ditimpa azab hari yang besar. " (QS. al-A'raf: 59)

Dengan kalimat yang singkat tersebut, Nabi Nuh meletakkan hakikat ketuhanan kepada kaumnya dan hakikat hari kebangkitan. Di sana hanya ada satu Pencipta yang berhak disembah. Di sana terdapat kematian, kemudian kebangkitan kemudian hari kiamat. Hari yang besar yang di dalamnya terdapat siksaan yang besar.

Nabi Nuh menjelaskan kepada kaumnya bahawa mustahil terdapat selain Allah Yang Maha Esa sebagai Pencipta. Ia memberikan pengertian kepada mereka, bahawa setan telah lama menipu mereka dan telah tiba waktunya untuk menghentikan tipuan ini. Nuh menyampaikan kepada mereka, bahawa Allah SWT telah memuliakan manusia: Dia telah menciptakan mereka, memberi mereka rezeki, dan menganugerahi akal kepada mereka. Manusia mendengarkan dakwahnya dengan penuh kekhusukan. Dakwah Nabi Nuh cukup mengguncangkan jiwa mereka. Laksana tembok yang akan roboh yang saat itu di situ ada seorang yang tertidur dan engkau meng-goyang tubuhnya agar ia bangun. Barangkali ia akan takut dan ia marah meskipun engkau bertujuan untuk menyelamatkannya.

Akar-akar kejahatan yang ada di bumi mendengar dan merasakan ketakutan. Pilar-pilar kebencian terancam dengan cinta ini yang dibawa oleh Nabi Nuh. Setelah mendengar dakwah Nabi Nuh, kaumnya terpecah menjadi dua kelompok: Kelompok orang-orang lemah, orang-orang fakir, dan orang-orang yang menderita, di mana mereka merasa dilindungi dengan dakwah Nabi Nuh, sedangkan kelompok yang kedua adalah kelompok orang-orang kaya, orang-orang kuat, dan para penguasa di mana mereka menghadapi dakwah Nabi Nuh dengan penuh keraguan. Bahkan ketika mereka mempunyai kesempatan, mereka mulai melancarkan serangan untuk melawan Nabi Nuh. Mula-mula mereka menuduh bahawa Nabi Nuh adalah manusia biasa seperti mereka:

"Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami.'" (QS. Hud: 27)

Dalam tafsir al-Quturbi disebutkan: "Masyarakat yang menentang dakwahnya adalah para pembesar dari kaumnya. Mereka dikatakan al- Mala' kerana mereka seringkali berkata. Misalnya mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Wahai Nuh, engkau adalah manusia biasa." Padahal Nabi Nuh juga mengatakan bahawa ia memang manusia biasa. Allah SWT mengutus seorang rasul dari manusia ke bumi kerana bumi dihuni oleh manusia. Seandainya bumi dihuni oleh para malaikat nescaya Allah SWT mengutus seorang rasul dari malaikat.

Berlanjutlah peperangan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh. Mula- mula, rezim penguasa menganggap bahawa dakwah Nabi Nuh akan mati dengan sendirinya, namun ketika mereka melihat bahawa dakwahnya menarik perhatian orang-orang fakir, orang-orang lemah, dan pekerja- pekerja sederhana, mereka mulai menyerang Nabi Nuh dari sisi ini. Mereka menyerangnya melalui pengikutnya dan mereka berkata kepadanya: "Tiada yang mengikutimu selain orang-orang fakir dan orang- orang lemah serta orang-orang hina."

Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, (dia berkata): 'Sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang nyata bagi kamu, agar kamu tidak menyembah selain Allah. Sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab (pada) hari yang sangat menyedihkan. Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya: 'Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikutimu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja, dan kami tidak melihat kamu memiliki sesuatu kelebihan apa pun atas kami, bahkan kami yakin bahawa kamu adalah orang-orang yang berdusta. " (QS. Hud: 25-27)

Demikianlah telah berkecamuk pertarungan antara Nabi Nuh dan para bangsawan dari kaumnya. Orang-orang yang kafir itu menggunakan dalih persamaan dan mereka berkata kepada Nabi Nuh: "Dengarkan wahai Nuh, jika engkau ingin kami beriman kepadamu maka usirlah orang-orang yang beriman kepadamu. Sesungguhnya mereka itu orang-orang yang lemah dan orang-orang yang fakir, sementara kami adalah kaum bangsawan dan orang-orang kaya di antara mereka. Dan mustahil engkau menggabungkan kami bersama mereka dalam satu dakwah (majelis)." Nabi Nuh mendengarkan apa yang dikatakan oleh orang-orang kafir dari kaumnya. la mengetahui bahawa mereka menentang. Meskipun demikian, ia menjawabnya dengan baik. Ia memberitahukan kepada kaumnya bahawa ia tidak dapat mengusir orang-orang mukmin, kerana mereka bukanlah tamu-tamunya namun mereka adalah tamu-tamu Allah SWT. Rahmat bukan terletak dalam rumahnya di mana masuk di dalamnya orang-orang yang dikehendakinya dan terusir darinya orang-orang yang dikehendakinya, tetapi rahmat terletak dalam rumah Allah SWT di mana Dia menerima siapa saja yang dikehendaki-Nya di dalamnya. Allah SWT berfirman:

"Berkata Nuh: 'Hai kaumku, bagaimana pikiranmu, jika aku mempunyai bukti yang nyata dari Tuhanku, dan diberinya aku rahmat dari sisi-Nya, tetapi rahmat itu disamarkan bagimu. Apa akan kami paksakankah kamu menerimanya, padahal kamu tidak menyukainya? Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, aku tidak meminta harta benda kepada kamu (sebagai upah) bagi seruanku. Upahku hanyalah dari Allah dan aku sekali-kali tidak akan mengusir orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya mereka akan bertemu dengan Tuhannya, akan tetapi aku memandangmu suatu kaum yang tidak mengetahui.' Dan (dia berkata): 'Hai kaumku, siapakah yang dapat menolongku dari (azab) Allah jika aku mengusir mereka. Maka tidakkan kamu mengambil pelajaran?' Dan aku tidak mengatakan kepada kamu (bahawa): 'Aku mempunyai gudang-gudang rezeki dan kekayaan dari Allah, dan aku tidak mengetahui hal yang ghaib, dan tidak pula aku mengatakan: 'Sesungguhnya aku adalah malaikat,' dan tidak juga aku mengatakan kepada orang-orang yang dipandang hina oleh penglihatanmu: 'Sekali-kali Allah tidak akan mendatangkan kebaikan kepada mereka. Allah lebih mengetahui apa yang ada pada mereka. Sesungguhnya aku kalau begitu benar-benar termasuk orang-orang yang lalim.'" (QS. Hud: 28-31)

Nuh mematahkan semua argumentasi orang-orang kafir dengan logik para nabi yang mulia. Yaitu, logik pemikiran yang sunyi dari kesombongan peribadi dan kepentingan-kepentingan khusus. Nabi Nuh berkata kepada mereka bahawa Allah SWT telah memberinya agama, kenabian, dan rahmat. Sedangkan mereka tidak melihat apa yang diberikan Allah SWT kepadanya. Selanjutnya, ia tidak memaksakan mereka untuk mempercayai apa yang disampaikannya saat mereka membenci. Kalimat tauhid (tiada Tuhan selain Allah) tidak dapat dipaksakan atas seseorang. Ia memberitahukan kepada mereka bahawa ia tidak meminta imbalan dari mereka atas dakwahnya. Ia tidak meminta harta dari mereka sehingga memberatkan mereka. Sesungguhnya ia hanya mengharapkan pahala (imbalan) dari Allah SWT. Allahlah yang memberi pahala kepadanya. Nabi Nuh menerangkan kepada mereka bahawa ia tidak dapat mengusir orang-orang yang beriman kepada Allah SWT. Meskipun sebagai Nabi, ia memiliki keterbatasan dan keterbatasan itu adalah tidak diberikannya hak baginya untuk mengusir orang-orang yang beriman kerana dua alasan. bahawa mereka akan bertemu dengan Alllah SWT dalam keadaan beriman kepada-Nya, maka bagaimana ia akan mengusir orang yang beriman kepada Allah SWT, kemudian seandainya ia mengusir mereka, maka mereka akan menentangnya di hadapan Allah SWT. Ini berakibat pada pemberian pahala dari Allah SWT atas keimanan mereka dan balasan-Nya atas siapa pun yang mengusir mereka. Maka siapakah yang dapat menolong Nabi Nuh dari siksa Allah SWT seandainya ia mengusir mereka?

Demikianlah Nabi Nuh menunjukkan bahawa permintaan kaumnya agar ia mengusir orang-orang mukmin adalah tindakan bodoh dari mereka. Nabi Nuh kembali menyatakan bahawa ia tidak dapat melakukan sesuatu yang di luar wewenangnya, dan ia memberitahu mereka akan kerendahannya dan kepatuhannya kepada Allah SWT. Ia tidak dapat melakukan sesuatu yang merupakan bahagian dari kekuasaan Allah SWT, yaitu pemberian nikmat-Nya kepada hamba-hamba-Nya yang dikehendaki-Nya. Ia tidak mengetahui ilmu ghaib, kerana ilmu ghaib hanya khusus dimiliki oleh Allah SWT. Ia juga memberitahukan kepada mereka bahawa ia bukan seorang raja, yakni kedudukannya bukan seperti kedudukan para malaikat. Sebahagian ulama berargumentasi dari ayat ini bahawa para malaikat lebih utama dari pada para nabi (silakan melihat tafsir Qurthubi).

Nabi Nuh berkata kepada mereka: "Sesungguhnya orang-orang yang kalian pandang sebelah mata, dan kalian hina dari orang-orang mukmin yang kalian remehkan itu, sesungguhnya pahala mereka itu tidak sirna dan tidak berkurang dengan adanya penghinaan kalian terhadap mereka. Sungguh Allah SWT lebih tahu terhadap apa yang ada dalam diri mereka. Dialah yang membalas amal mereka. Sungguh aku telah menganiaya diriku sendiri seandainya aku mengatakan bahawa Allah tidak memberikan kebaikan kepada mereka."

Kemudian rezim penguasa mulai bosan dengan debat ini yang disampaikan oleh Nabi Nuh. Allah SWT menceritakan sikap mereka terhadap Nabi Nuh dalam flrman-Nya:

"Mereka berkata: 'Hai Nuh, sesungguhnya kamu telah berbantah dengan kami, dan kamu telah memperpanjang bantahanmu terhadap kami, maka datangkanlah kepada kami azab yang kamu ancamkan kepada kami, jika kamu termasuk orang-orang yang benar.' Nuh menjawab: 'Hanyalah Allah yang akan mendatangkan azab itu kepadamu jika Dia menghendaki, dan kamu sekali-kali tidak dapat melepaskan diri. Dan tidaklah bermanfaat kepadamu nasihatku jika aku hendak memberi nasihat kepada kamu, sekiranya Allah hendak menyesatkan kamu. Dia adalah Tuhanmu, dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan. " (QS. Hud: 32-34)

Nabi Nuh menambahkan bahawa mereka tersesat dari jalan Allah SWT. Allahlah yang menjadi sebab terjadinya segala sesuatu, namun mereka memperoleh kesesatan disebabkan oleh ikhtiar mereka dan kebebasan mereka serta keinginan mereka. Dahulu iblis berkata:

"Kerana Engkau telah menghukum saya tersesat..." (QS. al-A'raf: 16)

Secara zahir tampak bahawa makna ungkapan itu berarti Allahlah yang menyesatkannya, padahal hakikatnya adalah bahawa Allah SWT telah memberinya kebebasan dan kemudian Dia akan meminta pertanggungjawapannya. Kita tidak sependapat dengan pandangan al- Qadhariyah, al-Mu'tazilah, dan Imamiyah. Mereka berpendapat bahawa keinginan manusia cukup sebagai kekuatan untuk melakukan perbuatannya, baik berupa ketaatan maupun kemaksiatan. kerana bagi mereka, manusia adalah pencipta perbuatannya. Dalam hal itu, ia tidak membutuhkan Tuhannya. Kami tidak mengambil pendapat mereka secara mutlak. Kami berpendapat bahawa manusia memang menciptakan perbuatannya namun ia membutuhkan bantuan Tuhannya dalam melakukannya.

Alhasil, Allah SWT mengerahkan setiap makhluk sesuai dengan arah penciptaannya, baik pengarahann itu menuju kebaikan atau keburukan. Ini termasuk kebebasan sepenuhnya. Manusia memilih dengan kebebasannya kemudian Allah SWT mengerahkan jalan menuju pilihannya itu. Iblis memilih jalan kesesatan maka Allah SWT mengarahkan jalan kesesatan itu padanya, sedangkan orang-orang kafir dari kaum Nabi Nuh memilih jalan yang sama maka Allah pun mengarahkan jalan itu pada mereka.

Peperangan pun berlanjut, dan perdebatan antara orang-orang kafir dan Nabi Nuh semakin melebar, sehingga ketika argumentasi-argumentasi mereka terpatahkan dan mereka tidak dapat mengatakan sesuatu yang pantas, mereka mulai keluar dari batas-batas adab dan berani mengejek Nabi Allah.

"Pemuka-pemuka dari kaumnya berkata: 'Sesungguhnya kami memandang kamu berada dalam kesesatan yang nyata." (QS. al-A'raf: 60)

Nabi Nuh menjawab dengan menggunakan sopan-santun para nabi yang agung.

"Nuh menjawab: 'Hai kaumku, tak ada padaku kesesatan sedikit pun tetapi aku adalah utusan dari Tuhan semesta alam. Aku sampaikan kepadamu amanat-amanat Tuhanku dan aku memberi nasihat kepadamu, dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kamu ketahui." (QS. al-A'raf: 61-62)

Nabi Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya, waktu demi waktu, hari demi hari, dan tahun demi tahun. Berlalulah masa yang panjang itu, namun Nabi Nuh tetap mengajak kaumnya. Nabi Nuh berdakwah kepada mereka siang malam, dengan sembunyi-sembunyi dan terang-terangan, bahkan ia pun memberikan contoh-contoh pada mereka. Ia menjelaskan kepada mereka tanda-tanda kebesaran Allah SWT dan kekuasaan-Nya di dunia. Namun setiap kali ia mengajak mereka untuk menyembah Allah SWT, mereka lari darinya, dan setiap kali ia mengajak mereka agar Allah SWT mengampuni mereka, mereka meletakkan jari-jari mereka di telinga-telinga mereka dan mereka menampakkan kesombongan di depan kebenaran. Allah SWT menceritakan apa yang dialami oleh Nabi Nuh dalam firman-Nya:

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah menyeru kaumku malam dan siang, maka seruanku itu hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Dan sesungguhnya setiap kali aku menyeru mereka agar Engkau mengampuni mereka, mereka memasukkan anak jari mereka ke dalam telinganya dan menutupkan bajunya (ke mukanya) dan mereka tetap (mengingkari) dan menyombongkan diri dengan keterlaluan. Kemudian sesungguhnya aku telah menyeru mereka dengan cara yang terang-terangan, kemudian aku menyeru mereka lagi dengan terang-terangan dan dengan diam-diam, maka aku katakan kepada mereka: 'Mohonlah ampun kepada Tuhanmu. Sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun. Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak- anakmu, dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.'" (QS. Nuh: 5-12)

Namun apa jawapan kaumnya?

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya mereka telah mendurhakaiku, dan telah mengikuti orang-orang yang harta dan anak-anaknya tidak menambah kepadanya melainkan kerugian belaka. Mereka telah melakukan tipu-daya yang amat besar. Dan mereka berkata: 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali meninggalkan (penyembahan) wadd, suwa, yaghuts, yauq, dan nasr. Dan sesudahnya mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia); dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang lalim itu selain kesesatan,'" (QS. Nuh: 21-24)

Nuh tetap melanjutkan dakwah di tengah-tengah kaumnya selama 950 tahun. Allah SWT berfirman:

"Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka ia tinggal di antara mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. " (QS. Ankabut: 14)

Sayangnya, jumlah kaum mukmin tidak bertambah sedangkan jumlah kaum kafir justru bertambah. Nabi Nuh sangat sedih namun ia tidak sampai kehilangan harapan. la senantiasa mengajak kaumnya dan berdebat dengan mereka. Namun kaumnya selalu menghadapinya dengan kesombongan, kekufuran, dan penentangan. Nabi Nuh sangat bersedih terhadap kaumnya namun ia tidak sampai berputus asa. la tetap menjaga harapan selama 950 tahun. Tampak bahawa usia manusia sebelum datangnya taufan cukup panjang. Dan barangkali usia panjang bagi Nabi Nuh merupakan mukjizat khusus baginya.

Datanglah hari di mana Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa orang-orang yang beriman dari kaumnya tidak akan bertambah lagi. Allah SWT mewahyukan kepadanya agar ia tidak bersedih atas tindakan mereka. Maka pada saat itu, Nabi Nuh berdoa agar orang-orang kafir dihancurkan. la berkata:

"Ya Tuhanku, janganlah Engkau biarkan seorang pun di antara orang- orang kafir itu tinggal di atas bumi." (QS. Nuh: 26)

Nabi Nuh membenarkan doanya dengan alasan:

"Sesungguhnya jika Engkau biarkan mereka tinggal, nescaya mereka akan menyesatkan hamba-hamba-Mu, dan mereka tidak akan melahirkan selain anak yang berbuat maksiat dan kafir. " (QS. Nuh: 27)

Allah SWT berfirman dalam surah Hud:

"Dan diwahyukan kepada Nuh, bahawasannya sekali-kali tidak akan beriman di antara kaummu, kecuali orang-orang yang telah beriman saja, kerana itu janganlah kamu bersedih hati tentang apa yang selalu mereka kerjakan. Dan buatlah bahtera itu dengan pengawasan dan petunjuk wahyu Kami, dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 36-37)

Kemudian Allah SWT menetapkan hukum-Nya atas orang-orang kafir, yaitu datangnya angin taufan. Allah SWT memberitahu Nuh, bahawa ia akan membuat perahu ini dengan "pengawasan Kami dan wahyu kami," yakni dengan ilmu Allah SWT dan pengajaran-Nya, serta sesuai dengan pengarahan-Nya dan bantuan para malaikat.

Allah SWT menetapkan perintah-Nya kepada Nuh:

"Dan janganlah kamu bicarakan dengan Aku tentang orang-orang yang lalim itu. Sesungguhnya mereka itu akan ditenggelamkan. (QS. Hud: 37)

Allah SWT menenggelamkan orang-orang yang lalim, apa pun kedudukan mereka dan apa pun kedekatan mereka dengan Nabi. Allah SWT melarang Nabi-Nya untuk berdialog dengan mereka atau menengahi urusan mereka. Nabi Nuh mulai menanam pohon untuk membuat perahu darinya. Ia menunggu beberapa tahun, kemudian ia memotong apa yang ditanamnya dan mulai merakitnya. Akhirnya, jadilah perahu yang besar, yang tinggi, dan kuat.

Para mufasir berbeza pendapat tentang besarnya perahu itu, bentuknya, masa pembuatannya, tempat pembuatannya dan lain-lain. Berkenaan dengan hal tersebut Fakhrur Razi berkata: "Ketahuilah bahawa pembahasan ini tidak menarik bagiku kerana ia merupakan hal-hal yang tidak perlu diketahuinya. Saya kira mengetahui hal tersebut hanya mendatangkan manfaat yang sedikit." Mudah-mudahan Allah SWT merahmati Fakhrur Razi yang menyatakan kebenaran dengan kalimatnya itu. Kita tidak mengetahui hakikat perahu ini, kecuali apa yang telah Allah SWT ceritakan kepada kita tentang hal itu. Misalnya, kita tidak mengetahui dimana ia dibuat, berapa panjangnya atau lebarnya, dan kita secara pasti tidak mengetahui selain tempat yang ditujunya setelah ia berlabuh.

Allah SWT tidak memberikan keterangan secara detail berkenaan dengan hal tersebut yang tidak memberikan kepentingan pada kandungan cerita dan tujuannya yang penting. Nabi Nuh mulai membangun perahu, lalu orang-orang kafir lewat di depannya saat ia dalam keadaan serius membuat perahu. Saat itu, cuaca atau udara sangat kering, dan di sana tidak terdapat sungai atau laut yang dekat. Bagaimana perahu ini akan berlayar wahai Nuh? Apakah ia akan berlayar di atas tanah? Di manakah air yang memungkinkan bagi perahumu untuk belayar? Sungguh Nuh telah gila! Orang-orang kafir semakin tertawa terbahak-bahak dan semakin mengejek Nabi Nuh.

Puncak pertentangan dalam kisah Nabi Nuh tampak dalam masa ini. Kebatilan mengejek kebenaran dan cukup lama menertawakan kebenaran. Mereka menganggap bahawa dunia adalah milik mereka dan bahawa mereka akan selalu mendapatkan keamanan dan bahawa siksa tidak akan terjadi. Namun anggapan mereka itu tidak terbukti. Datangnya angin taufan menjungkirbalikkan semua perkiraan mereka. Saat itu, orang-orang mukmin mengejek balik orang-orang kafir dan ejekan mereka adalah kebenaran. Allah SWT berfirman:

"Dan mulailah Nuh membuat bahtera itu. Dan setiap kali pemimpin kaumnya berjalan metewati Nuh, mereka mengejeknya. Berkatalah Nuh: 'Jika kamu mengejek kami, maka sesungguhnya kami (pun) akan mengejekmu sebagaimana kamu sekalian mengejek kami. Kelak kamu akan mengetahui siapa yang akan ditimpa oleh azab yang menghinakan dan yang akan ditimpa azab yang kekal." (QS. Hud: 38- 39)

Selesailah pembuatan perahu dan duduk menunggu perintah Allah SWT. Allah SWT mewahyukan kepada Nabi Nuh bahawa jika ada yang mempunyai dapur, maka ini sebagai tanda dimulainya angin taufan. Di sebutkan bahawa tafsiran dari at-Tannur ialah oven (alat untuk memanggang roti) yang ada di dalam rumah Nabi Nuh. Jika keluar darinya air dan ia lari maka itu merupakan perintah bagi Nabi Nuh untuk bergerak. Maka pada suatu hari tannur itu mulai menunjukkan tanda- tandanya dari dalam rumah Nabi Nuh, lalu Nabi Nuh segera membuka perahunya dan mengajak orang-orang mukmin untuk menaikinya. Jibril turun ke bumi. Nabi Nuh membawa burung, binatang buas, binatang yang berpasang-pasangan, sapi, gajah, semut, dan lain-lain. Dalam perahu itu, Nabi Nuh telah membuat kandang binatang buas.

Jibril menggiring setiap dua binatang yang berpasangan agar setiap spesies binatang tidak punah dari muka bumi. Ini berarti bahawa angin taufan telah menenggelamkan bumi semuanya, kalau tidak demikian maka buat apa ia harus mengangkut jenis binatang-binatang itu. Binatang-binatang mulai menaiki perahu itu beserta orang-orang yang beriman dari kaumnya. Jumlah orang-orang mukmin sangat sedikit. Allah SWT berfirman:

"Hingga apabila perintah Kami datang dan tannur telah memancarkan air, Kami berfirman: 'Muatkanlah ke dalam bahtera itu dari masing- masing binatang sepasang (jantan dan betina), dan keluargamu kecuali orang yang terdahulu ketetapan terhadapnya dan (muatkanlah pula) orang-orang yang beriman.' Dan tidak beriman bersama Nuh itu kecuali sedikit. " (QS. Hud: 40)

Istri Nabi Nuh tidak beriman kepadanya sehingga ia tidak ikut menaiki perahu, dan salah satu anaknya menyembunyikan kekafirannya dengan menampakkan keimanan di depan Nabi Nuh, dan ia pun tidak ikut menaikinya. Mayoritas manusia saat itu tidak beriman sehingga mereka tidak turut berlayar. Hanya orang-orang mukmin yang mengarungi lautan bersamanya. Ibnu Abbas berkata: "Terdapat delapan puluh orang dari kaum Nabi Nuh yang beriman kepadanya."

Air mulai meninggi yang keluar dari celah-celah bumi. Tiada satu celah pun di bumi kecuali keluar air darinya. Sementara dari langit turunlah hujan yang sangat deras yang belum pernah turun hujan dengan curah seperti itu di bumi, dan tidak akan ada hujan seperti itu sesudahnya. Lautan semakin bergolak dan ombaknya menerpa apa saja dan menyapu bumi. Perut bumi bergerak dengan gerakan yang tidak wajar sehingga bola bumi untuk pertama kalinya tenggelam dalam air sehingga ia menjadi bola air. Allah SWT berfirman:

"Maka Kami bukakan pintu-pintu langit dengan (menurunkan) air yang tercurah. Dan Kami jadikan bumi memancarkan mata air-mata air maka bertemulah air-air itu untuk satu urusan yang sungguh telah ditetapkan. Dan Kami angkut Nuh ke atas (bahtera) yang terbuat dari papan dan paku. (QS. al-Qamar: 11-13)

Air meninggi di atas kepala manusia, dan ia melampaui ketinggian pohon, bahkan puncak gunung. Akhirnya, permukaan bumi diselimuti dengan air. Ketika mula-mula datang taufan, Nabi Nuh memanggil-manggil puteranya. puteranya itu berdiri agak jauh darinya. Nabi Nuh memanggilnya dan berkata:

"Hai anakku, naiklah (ke kapal) bersama kami dan janganlah kamu berada bersama orang-orang yang kafir." (QS. Hud: 42)

Anak itu menjawab ajakan ayahnya:

"Aku akan mencari perlindungan ke gunung yang dapat memeliharaku dari air bah." (QS. Hud: 43)

Nabi Nuh kembali menyerunya:

"Tidak ada yang melindungi hari ini dari azab Allah selain orang yang dirahmati-Nya." (QS. Hud: 43)

Selesailah dialog antara Nabi Nuh dan anaknya.

"Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya; maka jadilah anak itu termasuk orang-orang yang ditenggelamkan. " (QS. Hud: 43)

Perhatikanlah ungkapan AI-Qur'an al-Karim: Dan gelombang menjadi penghalang antara keduanya. Ombak tiba-tiba mengakhiri dialog mereka. Nabi Nuh mencari, namun ia tidak mendapati anaknya. Ia tidak menemukan selain gunung ombak yang semakin meninggi dan meninggi bersama perahu itu. Nabi Nuh ddak dapat melihat segala sesuatu selain air. Allah SWT berkehendak - sebagai rahmat dari-Nya - untuk menenggelamkan si anak jauh dari penglihatan si ayah. Inilah kasih sayang Allah SWT terhadap si ayah. Anak Nabi Nuh mengira bahawa gunung akan mencegahnya dari kejaran air namun ia pun terkejar dan tenggelam. Angin taufan terus berlanjut dan terus membawa perahu Nabi Nuh. Setelah berlalu beberapa saat, pemandangan tertuju kepada bumi yang telah musnah sehingga tiada kehidupan kecuali sebahagian kayu yang darinya Nabi Nuh membuat perahu di mana ia menyelamatkan orang-orang mukmin, begitu juga berbagai binatang yang ikut bersama mereka. Adalah hal yang sulit bagi kita untuk membayangkan kedahsyatan taufan itu. Yang jelas, ia menunjukkan kekuasaan Pencipta. Perahu itu berlayar dengan mereka dalam ombak yang laksana gunung. Sebahagian ilmuwan meyakini bahawa terpisahnya beberapa benua dan terbentuknya bumi dalam rupa seperti sekarang adalah sebagai akibat dari taufan yang dahulu.

taufan yang dialami oleh Nabi Nuh terus berlanjut dalam beberapa zaman di mana kita tidak dapat mengetahui batasnya. Kemudian datanglah perintah Ilahi agar langit menghentikan hujannya dan agar bumi tetap tenang dan menelan air itu, dan agar kayu-kayu perahu berlabuh di al-Judi, yaitu nama suatu tempat di zaman dahulu. Ada yang mengatakan bahawa ia adalah gunung yang terletak di Irak. Dengan datangnya perintah Ilahi, bumi kembali menjadi tenang dan air menjadi surut. taufan telah menyucikan bumi dan membasuhnya. Allah SWT berfirman:

"Dan difirmankan: 'Hai bumi telanlah airmu, dan hai langit (hujan) berhentilah,' dan air pun disurutkan, perintah pun diselesaikan dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukitjudi. Dan dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim. " (QS. Hud: 44)

Dan air pun disurutkan, yakni air berkurang dan kembali ke celah-celah bumi. Segala urusan telah diputuskan dan orang-orang kafir telah hancur sepenuhnya. Dikatakan bahawa Allah SWT me-mandulkan rahim-rahim wanita selama empat puluh tahun sebelum datangnya taufan, kerana itu tidak ada yang terbunuh seorang anak bayi atau anak kecil.

Firman-Nya: Dan bahtera itu pun berlabuh di atas bukit judi, yakni ia berlabuh di atasnya. Di sebutkan bahawa hari itu bertepatan dengan hari Asyura' (hari kesepuluh dari bulan Muharam). Lalu Nabi Nuh berpuasa dan memerintahkan orang-orang yang bersamanya untuk berpuasa juga.

Dikatakan: 'Binasalah orang-orang yang lalim, 'yakni kehancuran bagi mereka. taufan menyucikan bumi dari mereka dan membersihkannya. Lenyaplah peristiwa yang mengerikan dengan lenyapnya taufan. Dan berpindahlah pergulatan dari ombak ke jiwa Nabi Nuh. Ia mengingat anaknya yang tenggelam. Nabi Nuh tidak mengetahui saat itu bahawa anaknya menjadi kafir. Ia menganggap bahawa anaknya sebagai seorang mukmin yang memilih untuk menyelamatkan diri dengan cara berlindung kepada gunung. Namun ombak telah mengakhiri percakapan keduanya sebelum mereka menyelesaikannya. Nabi Nuh tidak mengetahui seberapa jauh bahagian keimanan yang ada pada anaknya. Lalu bergeraklah naluri kasih sayang dalam hati sang ayah. Allah SWT berfirman:

"Dan Nuh berseru kepada Tuhannya sambil berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya anakku termasuk keluargaku, dan sesungguhnya janji Engkau itulah yang benar. Dan Engkau adalah Hakim yang seadil- adilnya. " (QS. Hud: 45)

Nuh ingin berkata kepada Allah SWT bahawa anaknya termasuk dari keluarganya yang beriman dan Dia menjanjikan untuk menyelamatkan keluarganya yang beriman. Allah SWT berkata dan menjelaskan kepada Nuh keadaan sebenarnya yang ada pada anaknya:

"Hai Nuh, sesungguhnya dia bukanlah termasuk keluargamu (yang dijanjikan akan diselamatkan). Sesungguhnya perbuatannya tidak baik. Sebab itu, janganlah kamu memohon kepada-Ku sesuatu yang kamu tidak mengetahui (hakikatnya). Aku memperingatkan kepa- damu supaya kamu jangan termasuk orang-orang yang tidak berpengetahuan.'" (QS. Hud: 46)

Al-Qurthubi berkata - menukil dari guru-gurunya dari kalangan ulama - ini adalah pendapat yang kami dukung: "Anaknya berada di sisinya (yakni bersama Nabi Nuh dan dalam dugaannya ia seorang mukmin). Nabi Nuh tidak berkata kepada Tuhannya: "Sesungguhnya anakku termasuk keluargaku," kecuali kerana ia memang menampakkan hal yang demikian kepadanya. Sebab, mustahil ia meminta kehancuran orang-orang kafir kemudian ia meminta agar sebahagian mereka diselamatkan."

Anaknya menyembunyikan kekufuran dan menampakkan keimanan. Lalu Allah SWT memberitahukan kepada Nuh ilmu ghaib yang khusus dimiliki- Nya. Yakni Allah SWT memberitahunya keadaan sebenarnya dari anaknya. Allah SWT ketika menasihatinya agar jangan sampai ia menjadi orang-orang yang tidak mengerti. Dia ingin menghilangkan darinya anggapan bahawa anaknya beriman kemudian mati bersama orang-orang kafir.

Di sana terdapat pelajaran penting yang terkandung dalam ayat-ayat yang mulia itu, yang menceritakan kisah Nabi Nuh bersama anaknya. Allah SWT ingin berkata kepada Nabi-Nya yang mulia bahawa anaknya bukan termasuk keluarganya kerana ia tidak beriman kepada Allah SWT. Hubungan darah bukanlah hubungan hakiki di antara manusia. Anak seorang nabi adalah anaknya yang meyakini akidah, yaitu mengikuti Allah SWT dan nabi, dan bukan anaknya yang menentangnya, meskipun berasal dari sulbinya. Jika demikian seorang mukmin harus menghindar dari kekufuran. Dan di sini juga harus di teguhkan hubungan sesama akidah di antara orang-orang mukmin. Adalah tidak benar jika hubungan sesama mereka dibangun berdasarkan darah, iras, warna kulit, atau tempat tinggal.

Nabi Nuh memohon ampun kepada Tuhannya dan bertaubat kepada-Nya. Kemudian Allah SWT merahmatinya dan memerintahkannya untuk turun dari perahu dalam keadaan dipenuhi dengan keberkahan dari Allah SWT dan penjagaan-Nya:

"Nuh berkata: 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari memohon kepada Engkau sesuatu yang aku tiada mengetahui (hakikatnya). Dan sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak) menaruh belas kasihan kepadaku, nescaya aku akan termasuk orang-orang yang rugi. " (QS. Hud: 47)

Difirmankan: "'Hai Nuh, turunlah dengan selamat dan penuh keberkatan dari Kami atasmu dan atas umat-umat (yang beriman) dari orang-orang yang bersamamu.'" (QS. Hud: 48)

Nabi Nuh turun dari perahunya dan ia melepaskan burung-burung dan binatang-binatang buas sehingga mereka menyebar ke bumi. Setelah itu, orang-orang mukmin juga turun. Nabi Nuh meletakkan dahinya ke atas tanah dan bersujud. Saat itu bumi masih basah kerana pengaruh taufan. Nabi Nuh bangkit setelah solatnya dan menggali pondasi untuk membangun tempat ibadah yang agung bagi Allah SWT. Orang-orang yang selamat menyalakan api dan duduk-duduk di sekelilingnya. Menyalakan api sebelumnya di larang di dalam perahu kerana dikhuatirkan api akan menyentuh kayu-kayunya dan membakarnya. Tak seorang pun di antara mereka yang memakan makanan yang hangat selama masa taufan.

Berlalulah hari puasa sebagai tanda syukur kepada Allah SWT. Al-Qur'an tidak lagi menceritakan kisah Nabi Nuh setelah taufan sehingga kita tidak mengetahui bagaimana peristiwa yang dialami Nabi Nuh bersama kaumnya. Yang kita ketahui atau yang perlu kita tegaskan bahawa Nabi Nuh mewasiatkan kepada putera-puteranya saat ia meninggal agar mereka hanya menyembah Allah SWT.

Pengajaran Dari Kisah Nabi Nuh a.s.

Bahawasanya hubungan antara manusia yang terjalin kerana ikatan persamaan kepercayaan atau penamaan aqidah dan pendirian adalah lebih erat dan lebih berkesan drp hubungan yang terjalin kerana ikatan darah atau kelahiran. Kan'aan yang walaupun ia adalah anak kandung Nabi Nuh, oleh Allah s.w.t. dikeluarkan dari bilangan keluarga ayahnya kerana ia menganut kepercayaan dan agama berlainan dengan apa yang dianut dan didakwahkan oleh ayahnya sendiri, bahkan ia berada di pihak yang memusuhi dan menentangnya.

Maka dalam pengertian inilah dapat difahami firman Allah dalam Al- Quran yang bermaksud: "Sesungguhnya para mukmin itu adalah bersaudara."

Demikian pula hadis Rasulullah s.a.w yang bermaksud:"Tidaklah sempurna iman seseorang kecuali jika ia menyintai saudaranya yang beriman sebagaimana ia menyintai dirinya sendiri." Juga peribahasa yang berbunyi:"Adakalanya engkau memperolehi seorang saudara yang tidak dilahirkan oleh ibumu."

KISAH HABIL DAN QABIL PUTERA NABI ADAM a.s.

Tatacara hidup suami isteri Adam dan Hawa di bumi mulai tertib dan sempurna tatkala Hawa bersedia untuk melahirkan anak-anaknya yang akan menjadi benih pertama bagi umat manusia di dunia ini.

Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama lahirlah pasangan Qabil dan adik perempuannya yang diberi nama "Iqlima", kemudian menyusul pasangan kembar kedua Habil dan adik perempuannya yang diberi nama "Lubuda".

Kedua orang  tua, Nabi Adam dan Siti Hawa, menerima kelahiran keempat putera puterinya itu dengan senang dan gembira, walaupun Hawa telah menderita apa yang lumrahnya dideritai oleh setiap ibu yang melahirkan bayinya. Mereka mengharapkan dari keempat anak pertamanya ini akan menurunkan anak cucu yang akan berkembang biak untuk mengisi bumi Allah dan menguasai sesuai dengan amanat yang telah di bebankan ke atas bahunya.

Di bawah naungan ayah ibunya yang penuh cinta dan kasih sayang maka membesarlah keempat-empat anak itu dengan cepatnya melalui masa kanak-kanak dan menginjak masa remaja. Yang perempuan sesuai dengan kudrat dan fitrahnya menolong ibunya mengurus rumahtangga dan mengurus hal-hal yang menjadi tugas wanita,sedang yang laki-laki menempuhi jalannya sendiri mencari nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya. Qabil berusaha dalam bidang pertanian sedangkan Habil di bidang perternakan.

Penghidupan sehari-hari keluarga Adam dan Hawa berjalan tertib sempurna diliputi rasa kasih sayang saling cinta mencintai hormat menghormati masing-masing meletakkan dirinya dalam kedudukan yang wajar si ayah terhadap isterinya dan putera-puterinya,si isteri terhadap suami dan anak-anaknya. Demikianlah pula pergaulan di antara keempat bersaudara berlaku dalam harmoni damai dan tenang saling bantu membantu hormat menghormati dan bergotong-royong.

Keempat Anak Adam Memasuki Alam Remaja

Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan memasuki alam akil baligh di mana nafsu berahi dan syahwat serta hajat kepada hubungan kelamin makin hari makin nyata dan nampak pada gaya dan sikap mereka hal mana menjadi pemikiran kedua orang tuanya dengan cara bagaimana menyalurkan nafsu berahi dan syahwat itu agar terjaga kemurnian keturunan dan menghindari hubungan kelamin yang bebas di antara putera-puterinya.

Kepada Nabi Adam Allah memberi ilham dan petunjuk agar kedua puteranya dikahwinkan dengan puterinya. Qabil dikahwinkan dengan adik Habil yang bernama Lubuda dan Habil dengan adik Qabil yang bernama Iqlima.

Cara yang telah di ilham oleh Allah s.w.t. kepada Nabi Adam telah disampaikan kepada kedua puteranya sebagai keputusan si ayah yang harus dipatuhi dan segera dilaksanakan untuk menjaga dan mengekalkan suasana damai dan tenang yang meliputi keluarga dan rumahtangga mereka. Akan tetapi dengan tanpa diduga dan disangka rancangan yang diputuskan itu ditolak mentah-mentah oleh Qabil dan menyatakan bahawa ia tidak mahu mengahwini Lubuda, adik Habil dengan mengemukakan alasan bahawa Lubuda adalah buruk dan tidak secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat bahawa ia lebih patut mempersunting adiknya sendiri Iqlima sebagai isteri dan sekali-kali tidak rela menyerahkannya untuk dikahwinkan oleh Habil. Dan memang demikianlah kecantikan dan keelokan paras wanita selalu menjadi fitnah dan rebutan lelaki yang kadang-kadang menjurus kepada pertentangan dan permusuhan yang sampai mengakibatkan hilangnya nyawa dan timbulnya rasa dendam dan dengki di antara sesama keluarga dan sesama suku.

Kerana Qabil tetap berkeras kepala tidak mahu menerima keputusan ayahnya dan meminta supaya dikahwinkan dengan adik kembarnya sendiri Iqlima maka Nabi Adam seraya menghindari penggunaan kekerasan atau paksaan yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara serta mengganggu suasana damai yang meliputi keluarga beliau secara bijaksana mengusulkan agar menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya ialah bahawa masing- masing dari Qabil dan Habil harus menyerahkan korban kepada Tuhan dengan catatan bahawa barang siapa di antara kedua saudara itu diterima korbannya ialah yang berhad menentukan pilihan jodohnya.

Qabil dan Habil menerima baik jalan penyelesaian yang ditawarkan oleh ayahnya. Habil keluar dan kembali membawa peliharaannya sedangkan Qabil datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cucuk tanamnya yang rosak dan busuk kemudian diletakkan kedua korban itu kambing Habil dan gandum Qabil di atas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis korban itu.

Kemudian dengan disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Adam yang menanti dengan hati berdebar apa yang akan terjadi di atas bukit di mana kedua korban itu diletakkan, terlihat api besar yang turun dari langit menyambar kambing binatang korban Habil yang seketika itu musnah ternakan oleh api sedang karung gandum kepunyaan Qabil tidak tersentuh sedikit pun oleh api dan tetap tinggal utuh.

Maka dengan demikian keluarlah Habil sebagai pemenang dalam pertaruhan itu karena korban kambing telah diterima oleh Allah sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di antara kedua gadis saudaranya itu yang akan dipersandingkan menjadi isterinya.

Pembunuhan Pertama Dalam Sejarah Manusia

Dengan telah jalurnya keputusan dari langit yang menerima korban Habil dan menolak korban Qabil maka pudarlah harapan Qabil untuk mempersandingkan Iqlima tidak puas dengan keputusan itu namun tidak ada jalan untuk menyoalkan. Ia menyerah dan memerainya dengan rasa kesal dan marah sambil menaruh dendam terhadap Habil yang akan dibunuh di kala ketiadaan ayahnya.

Ketika Adam hendak berpergian dan meninggalkan rumah beliau mengamanahkan rumahtangga dan keluarga kepada Qabil. Ia berpesan kepadanya agar menjaga baik-baik ibu dan saudara-saudaranya selama ketiadaannya. Ia berpesan pula agar kerukunan keluarga dan ketenangan rumahtangga terpelihara baik-baik jangan sampai terjadi hal-hal yang mengeruhkan suasana atau merosakkan hubungan kekeluargaan yang sudah akrab dan intim.

Qabil menerima pesanan dan amanat ayahnya dengan kesanggupan akan berusaha sekuat tenaga menyelenggarakan amanat ayahnya dengan sebaik-baiknya dan sempurna berpergiannya akan mendapat segala sesuatu dalam keadaan baik dan menyenangkan. Demikianlah kata-kata dan janji yang keluar dari mulut Qabil namun dalam hatinya ia berkata bahawa ia telah diberi kesempatan yang baik untuk melaksanakan niat jahatnya dan melepaskan rasa dendamnya dan dengkinya terhadap Habil saudaranya.

Tidak lama setelah Adam meninggalkan keluarganya datanglah Qabil menemui Habil di tempat penternakannya. Berkata ia kepada Habil:"Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku lenyapkan engkau dari atas bumi ini."

"Apa salahku?"tanya Habil. Dengan asalan apakah engkau hendak membunuhku?"

Qabil berkata:"Ialah kerana korbanmu diterima oleh Allah sedangkan korbanku ditolak yang bererti bahawa engkau akan mengahwini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus mengahwini adikmu yang buruk dan tidak mempunyai gaya yang menarik itu."

Habil berkata:"Adakah berdosa aku bahawa Allah telah menerima korbanku dan menolak korbanmu?Tidakkah engkau telah bersetuju cara penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kami laksanakan?Janganlah tergesa-gesa wahai saudaraku, mempertaruhkan hawa nafsu dan ajakan syaitan! Kawallah perasaanmu dan fikirlah masak- masak akan akibat perbuatanmu kelak! Ketahuilah bahawa Allah hanya menerima korban dari orang-orang yang bertakwa yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat yang murni.Adakah mungkin sesekali bahawa korban yang engkau serahkan itu engkau pilihkannya dari gandummu yang telah rosak dan busuk dan engkau berikan secara terpaksa bertentangan dengan kehendak hatimu, sehingga ditolak oleh Allah, berlainan dengan kambing yang aku serahkan sebagai korban yang sengaja aku pilihkan dari perternakanku yang paling sihat dan kucintai dan ku serahkannya dengan tulus ikhlas disertai permohonan diterimanya oleh Allah.

Renungkanlah, wahai saudaraku kata-kataku ini dan buangkanlah niat jahatmu yang telah dibisikkan kepadamu oleh Iblis itu, musuh yang telah menyebabkan turunnya ayah dan ibu dari syurga dan ketahuilah bahawa jika engkau tetap berkeras kepala hendak membunuhku, tidaklah akan aku angkat tanganku untuk membalasmu kerana aku takut kepada Allah dan tidak akan melakukan sesuatu yang tidak diredhainya.Aku hanya berserah diri kepada-Nya dan kepada apa yang akan ditakdirkan bagi diriku."

Nasihat dan kata-kata mutiara Habil itu didengar oleh Qabil namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sekali-kali tidak sampai menyentuh lubuk hatinya yang penuh rasa dengki, dendam dan iri hati sehingga tidak ada tempat lagi bagi rasa damai, cinta dan kasih sayang kepada saudara sekandungnya. Qabil yang dikendalikan oleh Iblis tidak diberinya kesempatan untuk menoleh kebelakang mempertimbangkan kembali tindakan jahat yang dirancangkan terhadap saudaranya, bahkan bila api dendam dan dengkin didalam dadanya mulai akan padam dikipasinya kembali oleh Iblis agar tetap menyala-yala dan ketika Qabil bingung tidak tahu bagaimana ia harus membunuh Habil saudaranya, menjelmalah Iblis dengan seekor burung yang dipukul kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh Iblis itu diterapkannya atas diri Habil di kala ia tidur dengan nyenyaknya dan jatuhlah Habil sebagai korban keganasan saudara kandungnya sendiri dan sebagai korban pembunuhan pertama dalam sejarah manusia

Penguburan Jenazah Habil

Qabil merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat saudaranya.ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang semakin lama semakin busuk itu.Diletakkannyalah tubuh itu di sebuah peti yang dipikulnya seraya mundar-mundir oleh Qabil dalam keadaan sedih melihat burung-burung sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habil yang sudah busuk itu.

Kebingungan dan kesedihan Qabil tidak berlangsung lama kerana ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu.Allah s.w.t. Yang Maha Pengasih lagi Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh dan tidak berdosa itu tersia-sia demikian rupa, maka dipertunjukkanlah kepada Qabil, bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu menyodokkan gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabil sejenak lalu berkata pada dirinya sendiri:"Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat saudaraku ini?"

Kemudian kembalilah Adam dari perjalanan jauhnya.Ia tidak melihat Habil di antara putera-puterinya yang sedang berkumpul.Bertanyalah ia kepada Qabil:"Di manakah Habil berada?Aku tidak melihatnya sejak aku pulang."

Qabil menjawab:"Entah, aku tidak tahu dia ke mana! Aku bukan hamba Habil yang harus mengikutinya ke mana saja ia pergi."

Melihat sikap yang angkuh dan jawapan yang kasar dari Qabil, Adam dapat meneka bahawa telah terjadi sesuatu ke atas diri Habil, puteranya yang soleh, bertakwa dan berbakti terhadap kedua orang tuanya itu.Pada akhirnya terbukti bahawa Habil telah mati dibunuh oleh Qabil sewaktu peninggalannya.Ia sangat sesal di atas perbuatan Qabil yang kejam dan ganas itu di mana rasa persaudaraan, ikatan darah dan hubungan keluarga diketepikan sekadar untuk memenuhi hawa nafsu dan bisikan yang menyesatkan.

Menghadapi musibah itu, Nabi Adam hanya berpasrah kepada Allah menerimanya sebagai takdir dan kehendak-Nya seraya mohon dikurniai kesabaran dan keteguhan iman baginya dan kesedaran bertaubat dan beristighfar bagi puteranya Qabil.

Kisah Qabil dan Habil Dalam Al-Quran

Dan bacakanlah (wahai Muhammad) kepada mereka kisah (mengenai) dua orang anak Adam (Habil dan Qabil) yang berlaku dengan sebenarnya, iaitu ketika mereka berdua mempersembahkan satu persembahan korban (untuk mendampingkan diri kepada Allah). Lalu diterima korban salah seorang di antaranya (Habil), dan tidak diterima (korban) dari yang lain (Qabil). Berkata (Qabil):" Sesungguhnya aku akan membunuhmu!". (Habil) menjawab: "Hanyasanya Allah menerima (korban) dari orang-orang yang bertaqwa; (Al-Maidah 5:27)
 
Maka nafsu jahat (Qabil) mendorongnya (sehingga ia tergamak) membunuh saudaranya, lalu ia membunuhnya. Oleh itu menjadilah dia dari golongan orang-orang yang rugi .(Al-Maidah 5:30)
 
Kemudian Allah hantarkan seekor burung gagak (menyuruhnya) mengorek-ngorek di bumi supaya, diperlihatkan kepada (Qabil) bagaimana cara menimbus mayat saudaranya. (Qabil) berkata: "Wahai celakanya aku! Alangkah lemah serta bodohnya aku, aku tidak tahu berbuat seperti burung gagak ini, supaya aku dapat menimbuskan mayat saudaraku?". Kerana itu menjadilah ia dari golongan orang-orang yang menyesal. (Al-Maidah 5:31)
 
Pengajaran Dari Kisah Putera Nabi Adam a.s.

 
Bahawasanya Allah s.w.t. hanya menerima korban dari seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan sifat riyak, takabur atau ingin dipuji.Barang atau binatang yang dikorbankan harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan penghasilan yang halal.Jika korban itu berupa binatang sembelihan, harus yang sihat, tidak mengandungi penyakit atau pun cacat, dan jika berupa bahan makanan harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.

Bahawasanya penyelesaian jenazah manusia yang terbaik adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabil.itulah cara paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya, menurut firman Allah dalam surah "Al-Isra" ayat 70 yang bererti ; "Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam.Kami angkut mereka di daratan dan di lautan.Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."